Pernah terpikir bagaiamana kondisi perokonomian sebuah kawasan negara digdaya seperti Uni Eropa bisa begitu terpuruk dan terhantam krisis ? Tidak bisakah teknologi maju dan SDM berkulaitas dan simpanan mereka menangani semua krisis itu?
Dalam sebuah artikel singkat ini ada sebuah cerita sederhana yang sangat menggambarkan bagaiamana sebuah krisis di benua Biru bermulai dan kemudian memberikan efek nomino bagi negara-negara se-kawasan dan bahkan dunia pada umumnya.
Seorang turis datang ke sebuah hotel dan menyatakan akan menginap selama 3 hari di hotel tersebut. Demi keperluannya dia menyerahkan sebuah cek bernilai Rp2 juta untuk memebayar sewa kamar dan lainnya. Pemilik hotel yang menerima cek itu kemudian menyerahkannya kepada penjual sayur untuk membayar tagihannya. Penjual sayur dengan senang hati menyerahkan cek tersebut untuk membayar tagihannya kepada pedagang pupuk yang telah menunggak dua hari. Pedagang pupuk pun bisa memberikannya kepada orang lain lagi yang membutuhkan dan begitu seterusnya.
Apakah ada perpindahan uang secara riil di sini? Tak ada, yang ada hanya selembar perpindahan surat kesediaan yang hampir semua orang yakin surat ini berlaku layaknya uang. Siapa yang menyangka si Turis tadi pada hari kedua membatalkan kunjungannya di hotel tersebut dan meminta uangnya kembali? bagaimana pemilik hotel tadi mengembalikan uangnya, sementara surat tadi sudah berpindah tangan?
Cerita ini hanya ilustrasi sederhana, Bayangkan kalau hal ini terjadi dalam sebuah negara yang memiliki sistem perekonomian kompleks. Awalnya memang hanya Yunani yang dinilai tidak memiliki efek Domino besar. Namun bagaimanapun Eropa telah sepakat membentuk satu kawasan terintegrasi termasuk mata uang dan Bank Sentral.
Kehancuran ekonomi yang dipicu rasio utang yang lebih besar dari pendapatan negara menimbulkan rencana Default (Gagal Bayar). Pemegang surat utang (Obligasi) milik pemerintah pun panik, nilai mata uang Euro milik mereka ambles terhadap mata uang manapun. Investor pun kemudian menuntut pemerintah dan juga Bank Sentral Eropa, The Fed berbuat sesuatu. Bagaikan sel kanker, jatuhnya ekonomi Yunani berimbas pula memukul ekonomi Spanyol dan Italia yang selama ini ketahuan besar pasak ketimbang tiang.
The Fed sendiri bukan tinggal diam, bank sentral berkomitmen mengeluarkan dana talangan untuk yunani. Bukan berterimaksih Yunani malah menolak. Partai Politik di negeri para dewa ini terpecah dua setuju Bailout dan penghematan anggaran. Menghemat anggaran dengan melakukan pemotongan besar-besaran memang bisa dilakukan tetapi hal ini terancam bisa lumpuh ekonomi dalam negeri. Referendum pun bisa digelar dan masyarakat memilih ditolong The Fed lewat skeme bailout.
Beberapa waktu yang lalu, keadaan mereka bukannya tambah baik malah makin terpuruk, lembaga pemeringkat justru memotong sejumlah peringkat bank di Italia dan Spanyol. Negara pun harus menyuntikkan USD ke perbankan di negara tersebut, agar dampak krisis ekonomi tidak makin melebar ke segala sektor.
Terakhir The Fed berjanji akan memberikan kembali stimulus lewat skema pamungkas quantitive easing. Namun kali ini , lembaga yang dipimpin Ben Barnanke mensyaratkan satu hal, pemerintah Eropa lebih dulu memberikan bantuannya dulu, baru bank Sentral beraksi . Aksi ini mengecewakan investor tingkat imbal hasil di dua negara ini telah mencapai angka tujuh persen.
Tak ada yang tahu pasti kapan krisis ini akan selesai dan lewat cara apa. Banyak anlisis bilang langkah apapun yang diambil The Fed dan pemerintah seperti jalan di tempat. itu berarti krisis ekonomi global dan indonesia rawan imbas tidak langsung. Maklum pemerintah dan BI sendiri berkali-kali memastikan bahwa eksposure negara dan perbankan RI kecil ke Eropa.
Sumber: Gina Nur Maftuhah - www.Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar