Tugas Makalah
“MONEY LAUNDRY”
Muhammad Fauzan
0810531010
0810531010
Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan tema “MONEY LAUNDRY”
Penulisan makalah adalah merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk tugas kuliah audit kecurangan.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu
SUHERNITA selaku dosen mata kuliah audit kecurangan.
Padang,
15 desember 2011
( )
Muhammad
Fauzan
A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
Pada
beberapa tahun terakhir ini, kejahatan-kejahatan yang melibatkan uang ( dana ) mulai bermunculan. Seperti
halnya Money laundry yang jelas illegal karena memberi insentif dan
perlindungan terhadap uang-uang haram. Pencucian uang atau money laundry adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah. Untuk itu, kasus pencucian uang atau money laundry harus
dipersulit atau dicegah.
Dengan
mempersulit dan mencegah Money laundry diharapkan ada sistem yang bisa
mengurangi kegiatan-kegiatan ilegal seperti penyelundupan, korupsi, pembiayaan
tindak terorisme, penggelapan pajak, dan lain-lain. Kalau seorang kriminal
tidak bisa menikmati uang hasil kejahatannya, maka jelas akan berkurang
kesempatan bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan. Dan itulah tujuan
kegiatan anti money laundry. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai
perkembangan praktek money laundry, contoh kasus dan pembahasannya, dan juga
upaya untuk mencegah kasus money laundry yang terjadi baik di Indonesia maupun
di Internasional.
B. Pembahasan
a. Sejarah Money Laundry
Money laundering sebagai
salah satu jenis kejahatan kerah putih (white collar crime) yang
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1967. Pada saat itu, seorang perompak di laut,
Henry Every, dalam perompakannya terakhir merompak kapal Portugis berupa
berlian senilai £325.000 poundsterling (setara Rp5.671.250.000). Harta rampokan
tersebut kemudian dibagi bersama anak buahnya, dan bagian Henry Every
ditanamkan pada transaksi perdagangan berlian dimana ternyata perusahaan
berlian tersebut juga merupakan perusahaan pencucian uang milik perompak lain
di darat. Namun istilah money laundering baru muncul ketika Al Capone,
salah satu mafia besar di Amerika Serikat, pada tahun 1920-an, memulai bisnis Laundromats
(tempat cuci otomatis). Bisnis ini dipilih karena menggunakan uang tunai
yang mempercepat proses pencucian uang agar uang yang mereka peroleh dari hasil
pemerasan, pelacuran, perjudian, dan penyelundupan minuman keras terlihat
sebagai uang yang halal. Walau demikian, Al Capone tidak dituntut dan dihukum
dengan pidana penjara atas kejahatan tersebut, akan tetapi lebih karena telah
melakukan penggelapan pajak. Selain Al Capone, terdapat juga Meyer Lansky,
mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis
ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan
pengemasan daging. Uang hasil bisnis illegal ini dikirimkan ke beberapa
bank-bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasian nasabah, untuk
didepositokan. Deposito ini kemudian diagunkan untuk mendapatkan pinjaman yang
dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. Berbeda dengan Al Capone, Meyer
Lansky justru terbebas dari tuntutan melakukan penggelapan pajak, tindak pidana
termasuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukannya.
b. Perkembangan
Praktek Money Laundry
Asal
muasal money laundry dilakukan oleh organisasi kriminal yang sering dikenal
dengan sebutan mafia. Money laundry biasanya dilakukan atas beberapa alasan,
seperti karena dana yang dimiliki adalah hasil curian/korupsi, hasil kejahatan
(semisal pada sindikat kriminal), penjualan ganja, pelacuran, penggelapan
pajak, dan sebagainya. Atas hal tersebut maka uang tersebut harus “dicuci” atau
ditransaksikan ke pihak ketiga, lewat badan hukum, atau melalui negara dunia
ketiga. Sehingga uang tersebut dapat diterima kembali oleh pemilik asal uang
tersebut seolah-olah berasal dari hasil usaha yang legal. Untuk itu, perlu
diperketat mengenai pengawasan aliran dana baik asal usul sumbernya maupun
tujuan dana pemakaian dana tersebut. Tujuannya adalah tidak lain untuk memutus
dan mencegah rantai aliran dana yang tidak jelas tersebut yang akan “dicucikan”
oleh pemiliknya.
Ada
dua sumber dana haram yang biasanya digunakan dalam praktek money laundry,
yaitu dana yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dana tersebut
bergentayangan dan dicarikan tempat yang aman untuk menyimpannya oleh
pemiliknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya “Dragon Bank”. “DRAGON
BANK” merupakan salah satu lembaga keuangan yang mengelola “uang haram” setelah
menerima pemutihan ( money laundering ) dari pemilik dana dan berpusat di
Vanuatu Pasifik selatan.
Dalam
perkembangannya, kasus money laundry tidak hanya melibatkan lembaga keuangan,
badan hukum, atau lembaga yang lainnya. Namun parahnya, saat ini kasus money
laundry sudah mulai merambah atau melibatkan lembaga keagamaan yang menurut
orang-orang merupakan tempat yang suci dan sakral seperti masjid, gereja, pura,
dan wihara. Mereka tidak mengecek dari mana asal uang tersebut, yang penting
diberikan ke tempat suci tersebut. Tetapi sadarkah kita bahwa bisa saja tempat
ibadah kita yang katanya "suci" itu menjadi tempat pencucian uang
para koruptor di negeri ini? Ini merupakan salah satu fakta yang menunjukkan
bahwa money laundry sudah tidak mengenal tempat yang akan dituju untuk mencuci
dana. Entah itu tempat suci atau bukan, seolah-olah dihalalkan oleh para
pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku money laundry memiliki perilaku
moral yang parah dan tidak beretika, seolah-olah mereka buta karena dana
tersebut.
c. Kegiatan
dan Pelaku Money laundry
Pencucian
uang sebagai tindak pidana yang terorganisir tentu ada beberapa pi-hak yang
terlibat dan mempunyai tugas masing-masing. Biasanya organisasi seperti ini
disebut dengan sindikat atau jaringan. Agar organisasi ini berjalan dengan
sempurna sesuai dengan rencana perlu adanya kerangka tertentu sebagai sarana.
Beberapa literatur yang membahas pencucian uang mengemukakan bahwa kegiatan
pencucian uang mem-punyai kerangka, model, modus operandi, instrumen, metode,
tahapan serta pela-ku tertentu dalam kegiatan kejahatan merupakan satu paket..
Masing-masing sarana terdiri dari berbagai jenis sebagai alternatif.
Sarana-sarana ini menjadi pedoman melakukan pencucian uang sehingga untuk
melakukan pencucian uang dapat dipilih dari beberapa alternatif.
Model
Schaap, Cees sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady mengemukakan banyak model untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Diantara model pencucian uang yang paling lazim adalah :
Schaap, Cees sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady mengemukakan banyak model untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Diantara model pencucian uang yang paling lazim adalah :
1. Model dengan
operasi C-Chase. Model ini menyimpan uang di bank diba-wah ketentuan sehingga
bebas dari kewajiban lapor transaksi keuangan (Non Currency Transaction
Reports) dan melibatkan bank luar negeri dengan memanfaatkan tax haven.
2. Model pizza connection. Model ini memanfaatkan sisa uang yang ditanam di bank untuk mendapatkan konsesi Pizza, dan melibatkan negara tax haven dengan memanfaatkan ekspor fiktif.
2. Model pizza connection. Model ini memanfaatkan sisa uang yang ditanam di bank untuk mendapatkan konsesi Pizza, dan melibatkan negara tax haven dengan memanfaatkan ekspor fiktif.
3. Model La
Mina. Model ini memanfaatkan pedagang grosir emas dan permata dalam negeri dan
luar negeri.
4. Model dengan
penyelundupan uang kontan ke negara lain. Model ini mempergunakan konspirasi
bisnis semu dengan system bank parallel.
5. Model dengan
melakukan perdagangan saham di Bursa Efek. Model ini melakukan kerja sama
dengan lemabaga keuangan yang bergerak di bursa efek.
Modus Operandi
Dalam perbuatan
tindak pidana pencucian uang terdapat pengkategorian beberapa modus yang didasarkan pada tipologinya :
a. tipologi dasar :
1) modus orang ketiga, yaitu dengan menggunakan seseorang untuk menjalankan perbuatan tertentu yang diinginkan oleh
pelaku pencurian uang,
dapat dengan menggunakan atau mengatasnamakan orang ketiga atau orang lain lagi yang berlainan.
Ciri-cirinya adalah : orang ketiga
hampir selalu nyata dan bukan hanya nama palsu dalam dokumen, orang ketiga biasanya menyadari ia
dipergunakan, orang ketiga tersebut merupakan
orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hubungannya dengan pelaku sangat dekat sehingga dapat berkomunikasi setiap saat.
2) modus topeng usaha sederhana, merupakan kelanjutan modus orang ketiga, dimana orang tersebut akan diperintahkan
untuk mendirikan suatu bidang usaha
dengan menggunakan
kekayaan yang merupakan hasil tindak
pidana.
3) modus perbankan sederhana, dapat merupakan kelanjutan modus pertama dan kedua, namun juga dapat berdiri
sendiri. Disini terjadi perpindahan sistem
transaksi tunai yang berubah dalam bentuk cek kontan, cek perjalanan, atau bentuk lain dalam
deposito, tabungan yang dapat
ditransfer dengan cepat dan digunakan lagi dalam pembelian aset-aset. Modus ini banyak meninggalkan
jejak melalui dokumen rekening
koran, cek, dan data-data lain yang mengarah pada nasabah itu, serta keluar masuknya dari proses
transaksi baik yang menuju pada
seseorang maupun pada aset-aset, atau pun pada pembayaran-pembayaran lain.
4) modus kombinasi
perbankan atau usaha, yang dilakukan oleh orang ketiga yang menguasai suatu usaha dengan memasukkan
uang hasil kejahatan ke bank
untuk kemudian ditukar dengan cek yang kemudian digunakan untuk pembelian aset atau pendirian usaha-usaha lain.
b. tipologi ekonomi :
1) modus smurfing,
yakni pelaku menggunakan rekan-rekannya yang banyak untuk memecah sejumlah besar uang tunai
dalam jumlah-jumlah kecil dibawah batas uang tunai sehingga bank tidak
mencurigaivkegiatan tersebut untuk
kemudian uang tunai tersebut ditukarkan divbank dengan cek wisata atau cek kontan. Bentuk lain adalah dengan memasukkan dalam rekening para smurfing di
satu tempat pada suatu bank
kemudian mengambil pada bank yang sama di kota yang berbeda atau disetorkan pada rekening-rekening
pelaku pencucian uang di kota lain
sehingga terkumpul dalam beberapa rekening pelaku pencucian uang. Rekening ini tidak langsung atas
nama pelaku namun bisa menunjuk pada
suatu perusahaan lain atau rekening lain yang disamarkan nama pemiliknya.
2) modus perusahaan rangka, disebut demikian karena
perusahaan ini sebenarnya tidak
menjalankan kegiatan usaha apapun, melainkan dibentuk agar rekening perusahaannya dapat
digunakan untuk memindahkan
sesuatu atau uang. Perusahaan rangka dapat digunakan untuk penempatan (placement) dana
sementara sebelum dipindah atau digunakan
lagi. Perusahaan rangka dapat terhubung satu dengan yang lain misal saham PT A dimiliki oleh PT B yang berada di daerah atau Negara lain, sementara saham
PT B sebagian dimiliki oleh PT
A, PT B, PT C, dan/atau PT D yang berada di daerah atau Negara lain
3) modus pinjaman
kembali, adalah suatu variasi dari kombinasi modus perbankan dan modus usaha. Contohnya : pelaku
pencucian uang menyerahkan uang
hasil tindak pidana kepada A (orang ketiga), dan A memasukkan sebagian dana tersebut ke bank B dan
sebagian dana juga didepositokan
ke bank C. Selain itu A meminjam uang ke bank D. Dengan bunga deposito bank C, A kemudian membayar
bunga dan pokok pinjamannya
dari bank D. Dari segi jumlah memang terdapat kerugian karena harus membayar bunga pinjaman namun
uang illegal tersebut telah
berubah menjadi uang pinjaman yang bersih dengan dokumen yang lengkap.
4) modus menyerupai MLM.
5) modus under
invoicing, yaitu modus untuk memasukkan uang hasil tindak pidana dalam pembelian suatu barang yang
nilai jual barang tersebut
sebenarnya lebih besar daripada yang dicantumkan dalam faktur.
6) modus over
invoicing, merupakan kebalikan dari modus under invoicing.
7) modus over
invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang
dijadikan bukti pembelian
(penjualan fiktif) sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah pelaku pencucian uang.
8) modus pembelian
kembali, dimana pelaku menggunakan dana yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia
miliki.
c. tipologi IT :
1). modus E-Bisnis, hampir sama dengan modus menyerupai MLM, namun menggunakan sarana internet.
2). modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate crime berupa penipuan
dan pemalsuan atas dokumendokumen transaksi keuangan.
d. tipologi hitek adalah suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema namun orang-orang kunci tidak saling mengenal,
nilai uang relatif tidak besar tetapi bila
dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dikenal dengan nama modus cleaning dimana
kejahatan ini biasanya dilakukan dengan
menembus sistem data base suatu bank.
Mahmoeddin, H.AS
yang dikutip oleh Munir Fuady mengemukakan ada 8 (delapan) modus operandi
pencucian uang :
1. Kerjasama
Penanaman Modal
Uang hasil
kejahatan dibawa ke luar negeri. Kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam
negeri lewat proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjkutnya
keuntungan dari perusahaan joint venture diinvestasikan lagi ke dalam
proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek terse-but sudah uang
bersih bahkan sudah dikenakan pajak.
2. Kredit Bank
Swiss
Uang hasil
kejahatan diselundupkan dulu ke luar negeri lalu dimasukkan di bank tertentu,
lalu di transfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Deposito dijadikan
jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di negara lain. Uang dari pinjaman
ditanamkan kembali ke negara asal dimana kejahatan dilakukan. Atas segala
kegiatan ini menjadikan uang itu sudah bersih.
3. Transfer ke
luar Negeri
Uang hasil
kejahatan ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara
asal. Selanjutnya dari luar negeri uang dibawa kembali ke dalam negeri oleh
orang tertentu seolah-olah uang itu berasal dari luar negeri.
4. Usaha
Tersamar di dalam Negeri
Suatu
perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil keja-hatan.
Perusahaan itu berbisnis tidak mempersoalkan untung atau rugi. Akan tetapi
seolah-olah terjadi adalah perusahaan itu telah menghasilkan uang bersih.
5. Tersamar
Dalam Perjudian
Uang hasil,
kejahatan didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga uang itu dianggap
sebagai usaha judi. Atau membeli nomor undian berhadiah dengan nomor menang
dipesan dengan harga tinggi sehingga uang itu dianggap se-bagai hasil menang
undian.
6. Penyamaran
Dokumen
Uang hasil
kejahatan tetap di dalam negeri. Keberadaan uang itu didukung oleh dokumen
bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan bahwa uang itu
merupakan hasil beberbisnis yang berhubungan dengan do-kumen yang bersangkutan.
Rekayasa itu misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor impor
sehingga uang itu dianggap hasil kegiatan ekspor – impor.
7. Pinjaman Luar
Negeri
Uang hasil
kejahatan dibawa ke luar negeri. Kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam
negeri asal dalam bentuk pinjaman luar negri. Sehingga uang itu dianggap
diperoleh dari pinjaman (bantuan kredit ) dari luar negeri.
8. Rekayasa
Pinjaman Luar Negeri.
Uang hasil
kejahatan tetap berada di dalam negeri. Namun dibuat rekayasa dokumen
seakan-akan bantuan pinjaman dari luar negeri
Metode
Ada tiga metode yang dipergunakan melakukan
pencucian uang, sbb :
1. Buy and Sell Conversions
Metode ini
dilakukan meallui transaksi barang dan jasa. Suatu aset dapat dijual kepada
konspirator yang bersedia membeli atau menjual lebih mahal dengan mendapatkan
fee atau deskon. Selisih harga yang dibayar kemudian dicuci secara transaki
bisnis. Barang atau jasa dapat diubah menjadi hasil yang legal melalui rekening
pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank
2. Offshore Conversions
Uang hasil,
kejahatan dikonversi ke dalam wilayah yang merupakan tempat yang sangat
menyenagkan bagi penghindaran pajak (tax heaven money laun-dering centers)
untuk kemudian di depositokan di bank yang berada di wila-yah tersebut. Negara
yang termasuk atau berciri tax heaven memang terdapat system hukum perpajakan
yang tidak ketat. Akan tetapi system rahasia bank sangat ketat. Birokrasi
bisnis cukup mudah untuk memungkinkan adanya ra-hasia bisnis yang ketat serta
pembentukan usaha trust fund. Untuk mendu- kung usaha itu pelaku memakai jasa pengacara,
akuntan dan konsultan keuangan dan para pengelola dana yang handal untuk
memanfaatkan segala cela yang ada di negara itu.
3. Legitimate Business Conversions
Metode ini
dengan melakukan kegiatan bisnis yang sah sebagai cara peng-alihan atau pemanfaatan
hasil uang kotor. Uang kotor kemudian dikonversi secara transfer, cek atau alat
pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke
rekening bank lainnya. Biasanya pelaku bekerja sama dengan perusahaan yang
rekeningnya dapat digunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor.
Instrumen
Instrumen yang dimaksud berupa
lembaga penyedia jasa baik penyedia jasa keuangan berupa bank ataupun non bank
maupun non keuangan.
Ada 8 (delapan) Instrumen yang dipergunakan dalam pencucian uang. yaitu :
1. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya
Ada 8 (delapan) Instrumen yang dipergunakan dalam pencucian uang. yaitu :
1. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya
2. Perusahaan
Swasta
3. Real estate
4. Deposit Taking
Institution dan Money Changer
5. Institusi
Penanaman Uang Asing
6. Pasar Modal
dan Pasar uang.
Menurut UU
No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasar Modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek. (Pasasl 1 angka 13). Pasar Uang adalah sarana yang
menyediakan pembaiayaan jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar uang
tidak mempunyai tempat fisik seperti pasar modal. Pasar uang memperdagangkan
antara lain : surat berharga pemerintah, sertifikat deposito,surat perusahaan
seperti aksep, dan wesel. Lemabaga – lembaga yang aktif dalam pasar uang adalah
bank komersial, merchant banks, bank dagang, penyalur uang, dan bank sentral .
7. Emas dan Barang Antik
8. Kantor konsultan keuangan
Pelaku
Kejahatan terorganisir termasuk
pencucian uang pelakunya juga lebih dari satu atau dua orang . Terorganisir
dalam pengertian terdapat kerjasama diantara pelaku dan masing-masing pelaku
dapat berada pada tempat yang berlainan.
Pencucian uang sebagai kejhahatan terorgaanisir dilakukan oleh orang yang me-nguasai dunia penyedia jasa keuangan baik bank maupun non bank Tindak pidana seba-gai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat saja dilakukan oleh siapa saja.
Akan tetapi untuk melanjutkannya ke tingkat pencucian uang diperlukan pengetahuan khusus tentang dunia penyedia jasa keuangan. Bahkan harus menguasasi ilmu pengetah-uan computer. Pencucian uang merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan kerah putih tidak ada rumusan yang jelas baik dari sisi kriminologi maupun dalam perundang-undangan. Pergerakan kejahatan kerah putih sangat luas yang dapat meliputi perekonomian, keuangan dan biasanya dilakukan secara terorganisir (organized crime) .
Pencucian uang sebagai kejhahatan terorgaanisir dilakukan oleh orang yang me-nguasai dunia penyedia jasa keuangan baik bank maupun non bank Tindak pidana seba-gai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat saja dilakukan oleh siapa saja.
Akan tetapi untuk melanjutkannya ke tingkat pencucian uang diperlukan pengetahuan khusus tentang dunia penyedia jasa keuangan. Bahkan harus menguasasi ilmu pengetah-uan computer. Pencucian uang merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan kerah putih tidak ada rumusan yang jelas baik dari sisi kriminologi maupun dalam perundang-undangan. Pergerakan kejahatan kerah putih sangat luas yang dapat meliputi perekonomian, keuangan dan biasanya dilakukan secara terorganisir (organized crime) .
Kejahatan kerah putih dilakukan
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi mulai dari manual hingga exrtra sophisticated
atau super canggih yang memasuki dunia maya (cyberspace) sehingga kejahatan
kerah putih dalam bidang pencucian uang disebut dengan cyber laundering
merupakan bagian dari cyber crime yang didukung oleh pengetahuan tentang bank,
bisnis, electronic banking.yang cukup.
d. Pengaturan
Hukum
Sebelum tahun 1986, tindakan
pencucian uang bukan merupakan kejahatan. Pada tahun 1980-an, jutaan uang hasil
tindak kejahatan masuk dalam bisnis legal dan usaha-usaha ekonomi lain. Bahkan
praktek money laundering tidak lagi sesederhana yang dilakukan Al
Capone atau Meyer Lansky. Contohnya adalah pengakuan dari seorang mafia obat
bius, Franklin Jurador yang menceritakan pemindahtanganan uang hasil kejahatan
ke bisnis legal dilakukan dalam berbagai transaksi antara lain jual beli fiktif
asset atau penitipan fiktif untuk keperluan investasi, yang melibatkan lebih
banyak pihak, tidak hanya secara domestik namun juga antar negara, dengan
transaksi yang lebih rumit.
Bahkan berkembangnya transaksi money
laundering juga didukung fasilitas financial dunia perbankan, seperti
layanan nomor rekening istimewa atau nostro account yang diberikan
bank-bank Swiss sejak tahun 1930-an. Layanan ini mengidentifikasi nasabah
dengan nomor sandi yang digunakan untuk transaksi sehingga bank tidak
mengetahui siapa nasabah dan pihak yang menjadi lawan transaksi.
Beberapa bank di kawasan lepas
pantai juga menyediakan fasilitas transfer uang antar negara, manajemen
pengelolaan dana dan perlindungan asset yang mempermudah kegiatan pencucian
uang. Perkembangan kejahatan kerah putih ini menimbulkan kekhawatiran
internasional sebab dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas perekonomian
karena perputaran dana dalam jumlah besar yang terjadi secara cepat dari satu
tempat ke tempat lain bahkan dari satu atau lebih negara ke satu atau lebih
negara lain. Untuk itu maka masalah money laundering mulai
menjadi perhatian dan dibentuk beberapa peraturan perundang-undangan baik yang
bersifat internasional maupun nasional :
a. Amerika
Serikat
Memiliki berbagai macam
peraturan perundang-undangan seperti The Bank Secrecy Act (1970), Money
Laundering Central Act. (1986), The Annunzio Wylie Act. dan Money
Laundering Suppression Act. (1994). Dalam Bank Secrecy Act, terdapat
kewajiban lembaga keuangan untuk melaporkan setiap transaksi alat
pembayaran yang melebihi $10,000 kepada Internal Revenue Service yang
dikenal dengan nama Currency Transaction Report (CTR). Termasuk juga di
dalamnya Foreign Transactions Reporting Act yang memperbesar jumlah
informasi keuangan yang harus disampaikan kepada instansi-instansi
pemerintah yang bersangkutan dengan tindakan pidana, perpajakan dan
penuntutan. Setelahnya dalam Money Laundering Central Act (MLCA)
diatur adanya unsur yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan tindak
pidana pencucian uang yakni :
(1) terdapat transaksi finansial atau perpindahan
internasional; dan
(2)
terdapat kegiatan melanggar hukum tertentu.
b. Swiss, Thailand, Spanyol, Italia,
Inggris, Jerman dan Perancis
Swiss memiliki The Money
Laundering Act (1998), Thailand memiliki The Money Laundering Prevention
and Suppresion Act (1999), Spanyol memiliki The Money Laundering Law (1993),
sementara untuk negara Italia, Inggris, Jerman dan Perancis memiliki Penal
Code yang mengatur ketentuan anti money laundering.
c. Indonesia
Pada tahun 1988, United
Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances atau lebih dikenal UN Drugs Convention ditandatangani 106
negara, dan Indonesia menjadi salah satu negara anggota yang kemudian baru
meratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika. Selanjutnya pada tahun 1989 dan 1990
negara-negara yang tergabung dalam Group 7 melahirkan The Financial
Action Task Force on Money Laundering (FATF) yang bertujuan mendorong
Negara-negara agar menyusun peraturan perundang-undangan untuk mencegah
mengalirnya uang hasil perdagangan narkotik baik melalui bank maupun
lembaga keuangan bukan bank. Pada bulan April 1990, FATF memperluas
pesertanya mencakup pusat keuangan 15 negara yang kemudian mengeluarkan
rekomendasi yang paralel dengan UN Drug Convention agar Negara-negara menciptakan
peraturan perundang-undangan mengawasi money laundering.
Upaya pemberantasan peredaran
gelap obat bius ini diikuti dengan upaya pemberantasan pencucian uang dalam
skala internasional karena kegiatan pencucian uang kerap kali digunakan untuk
menutupi hasil perdagangan obat bius yang diwujudkan dalam pembentukan konvensi
The International Anti-Money Laundering Legal Regime. Konvensi
ini mewajibkan negaranegara penandatangan menjadikan pencucian uang sebagai
suatu tindakan kriminal dan tergolong kejahatan berat.
Selanjutnya pada tahun 1998
dibentuk Basle Committee on Banking Regulations dan Supervisory
Practices yang terdiri dari perwakilanperwakilan Bank Sentral dan
badan-badan pengawas negara-negara industri, dimana bank harus mengambil
langkah-langkah yang masuk akal untuk menetapkan identitas nasabahnya yang
dikenal dengan Know Your-Customer Rule. Indonesia kemudian
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah yang telah diubah kedua kali dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003. Walaupun secara de jure BI telah
mengeluarkan peraturan BI No. 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan
Prinsip Pengenalan Nasabah, namun peraturan ini sulit diterapkan untuk
memberantas transaksi money laundering.
Penerapan ini dibatasi oleh UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
dimana Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya kecuali untuk kepentingan perpajakan, untuk penyelesaian piutang
bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, untuk kepentingan peradilan dalam perkara
pidana, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang
dibuat secara tertulis, atau dalam hal si nasabah meninggal dunia sehingga ahli
waris yang sah wajib diberitahukan mengenai simpanan nasabah yang bersangkutan.
Akan tetapi, penerbitan Peraturan Bank Indonesia ini belum dianggap cukup oleh
FATF untuk menanggulangi pencucian uang. FATF sendiri sudah mengeluarkan
beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan praktek pencucian uang.
Rekomendasi tersebut mempunyai
tiga ruang lingkup yaitu mengenai peningkatan sistem hukum nasional,
peningkatan peranan sistem finansial, dan memperkuat kerjasama internasional.
Semua rekomendasi FATF ini menjadi standar internasional untuk mengukur apakah
anggota FATF telah mematuhi rekomendasi itu dan memberikan usulan-usulan untuk
perbaikan upaya pemberantasan pencucian uang, dan Indonesia dipandang belum
mendukung upaya pemberantasan pencucian uang. Indonesia dimasukkan dalam daftar
Negara wilayah yang tidak bekerjasama Non Cooperative Countries and
Teritories (NCCTs) pada bulan Juni 2001 oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) dari FATF, dan hal ini berlangsung
sampai dengan Februari 2002 mengingat FATF menganggap kurang ada upaya
Indonesia dalam memerangi pencucian uang, yang dibuktikan dengan belum adanya
program penegakan hukum pencucian yang efektif, belum ada tindakan hukum
terhadap para pelaku kejahatan money laundering, belum adanya
peningkatan kerja dalam lembaga keuangan untuk memerangi praktek money laundering,
belum adanya sistem yang mewajibkan pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan,
belum adanya kerja sama dengan negara-negara lain, institusi-institusi internasional
atau belum adanya identifikasi nasabah dan belum ada perangkat hukum untuk
mengatasi praktek money laundering yang dibuktikan dengan belum adanya
Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Baru pada Februari 2005, Indonesia
dikeluarkan dari daftar hitam setelah FTAF mengadakan review langsung ke
Indonesia dengan mengadakan wawancara dengan para pemimpin instansi yang
menangani money laundering, kemudian Presiden mengutus beberapa
Menteri ke Negara Amerika, Inggris, Perancis, Australia, Jepang untuk
menjelaskan keseriusan Pemerintah Indonesia menangani kasus money
laundering.
Pada tanggal 17 April 2002
telah diundangkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
melalui Lembaran Negara No. 30. UU ini tidak mendefinisikan apa yang dimaksud
dengan pencucian uang, hanya dalam penjelasan dinyatakan bahwa upaya untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh
dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal
sebagai pencucian uang (money laundering). Tindak pidana tersebut adalah
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Undang-Undang ini yakni harta
kekayaan yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih
atau nilai setara yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari
kejahatan korupsi; penyuapan; penyeludupan barang; penyeludupan tenaga
kerja; penyeludupan imigran; perbankan; narkotika; psikotropika; perdagangan
budak, wanita, dan anak; perdagangan senjata gelap; penculikan;
terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan, yang dilakukan baik di
wilayah RI atau di luar wilayah RI dan kejahatan tersebut merupakan tindak
pidana menurut hukum Indonesia.
Berbeda dengan UU No. 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, perubahan UU ini yang diatur dalam UU No.
25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang memberikan definisi tentang pencucian uang mendefinisikan
pencucian uang sebagai perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamar asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (Pasal
1 angka 1). Perubahan dalam UU No. 25 Tahun 2003 antara lain meliputi :
a.
pengertian Penyedia Jasa Keuangan yang diperluas meliputi jasa lainnya yang
terkait dengan keuangan guna mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang
yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada di masyarakat namun
belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan munculnya bentuk
penyedia jasa keuangan baru.
Hal ini tampak dari
ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 15 Tahun 2002 : Penyedia Jasa Keuangan
adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan termasuk tetapi
tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa
dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang
valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi, yang kemudian diubah
menjadi Pasal 1 angka 5 UU No. 25 Tahun 2003 : Penyedia Jasa Keuangan adalah
setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang
terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga
pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, custodian, wali amanat,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun,
perusahaan asuransi, dan kantor pos.
b. Perluasan definisi Transaksi
Keuangan Mencurigakan, yakni Pasal 1 angka 6 UU No. 15 Tahun 2002 :
Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari
profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang
ini, menjadi Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 , Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
a.
transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan
pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;
b. transaksi keuangan oleh nasabah yang
patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang
bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini; atau
c. transaksi keuangan yang dilakukan atau
batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari
hasil tindak pidana.
c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana
yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena penentuan suatu perbuatan
dapat dipidana tidak bergantung besar kecilnya hasil tindak pidana yang
diperoleh, sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2002 :
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang
berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau nilai yang setara,
yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. penyelundupan barang;
d. penyelundupan tenaga kerja;
e. penyeludupan imigran;
f. perbankan;
g. narkotika;
h. psikotropika;
i. perdagangan budak, wanita, dan anak;
j. perdagangan senjata gelap;
k. penculikan;
l. terorisme;
m. pencurian;
n. penggelapan;
o. penipuan; yang dilakukan di wilayah
Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan
kejahatan tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia, menjadi Pasal 2 UU No. 25 Tahun
2003, yakni :
(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan
yang diperoleh dari tindak pidana :
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. penyelundupan barang;
d. penyelundupan tenaga kerja;
e. penyelundupan imigran;
f. di bidang perbankan;
g. di bidang pasar modal;
h. di bidang asuransi;
i. narkotika;
j. psikotropika;
k. perdagangan manusia;
l. perdagangan senjata gelap;
m. penculikan;
n. terorisme;
o. pencurian;
p. penggelapan;
q. penipuan;
r. pemalsuan uang;
s. perjudian;
t. prostitusi;
u. di bidang perpajakan;
v. di bidang kehutanan;
w. di bidang lingkungan hidup;
x. di bidang kelautan; atau
y. tindak pidana lainnya yang diancam
dengan pidana penjara 4(empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah
Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan
tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
(2) Harta Kekayaan yang dipergunakan
secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatana terorisme dipersamakan
sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
d. Ruang
lingkup tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah
berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku
tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak
pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana. Berbagai peraturan
perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal antara lain:
- UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
- UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
- UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Jangka waktu penyampaian laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, dengan tujuan agar harta kekayaan
yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian
uang dapat segera dilacak, sebagaimana diatur berdasarkan : Pasal 13 UU No. 15
Tahun 2002 :
(1) Penyampaian Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa
Keuangan, menjadi: Pasal 13 UU No. 25 Tahun 2003
(2) Penyampaian laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan
Mencurigakan.
f. Terdapat ketentuan baru yang menjamin
adanya kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off) bahkan
dengan disertai sanksi pidana penjara, dengan tujuan untuk mencegah berpindahnya
hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang,
sebagaimana diatur berdasarkan : Pasal 10A UU No. 25 Tahun 2003 :
(1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik,
penuntut umum, hakim, dan siapapun juga yang memperoleh dokumen dan/atau
keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini, wajib merahasiakan
dokumen dan/atau keterangan tersebut kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut
Undang-Undang ini.
(2) Sumber keterangan dan laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan wajib dirahasiakan dalam persidangan pengadilan.
(3) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut
umum, hakim, dan siapapun juga yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan
pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
(4) Jika pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan sengaja, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
g. Penjabaran lebih rinci dan lebih tegas
dalam beberapa pasal mengenai ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di
bidang hukum (mutual legal assistance), merupakan bukti bahwa
Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk
bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
e. Tahapan Pencucian Uang
a. tahap
penempatan (placement), merupakan tahap pengumpulan dan penempatan uang
hasil kejahatan pada suatu bank atau tempat tertentu yang diperkirakan aman
guna mengubah bentuk uang tersebut agar tidak teridentifikasi, biasanya
sejumlah uang tunai dalam jumlah besar dibagi dalam jumlah yang lebih kecil dan
ditempatkan pada beberapa rekening di beberapa tempat;
b. tahap pelapisan (layering), merupakan
upaya untuk mengurangi jejak asal muasal uang tersebut diperoleh atau ciri-ciri
asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak
pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-negara dimana
kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa : mentransfer ke negara
lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham pada
bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam uang di Bank B
dan sebagainya.
c.
tahap penggabungan (integration), merupakan tahap mengumpulkan
dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan
dalam suatu proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan
benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana,
muncul kembali sebagai asset atau investasi yang tampak legal.
f. Dampak Money Laundry
Baik cara perolehan uang yang
illegal maupun transaksi keuangan untuk melegalkan uang hasil tindakan illegal
menimbulkan dampak ekonomi mikro dan makro.
Dampak
ekonomi mikro :
a. cara perolehan uang yang illegal
mengganggu jalannya mekanisme pasar. Esensi sistem pasar adalah adanya
pengakuan dan perlindungan terhadap pemilikan pribadi atas faktor-faktor
produksi maupun atas barang-barang serta jasa-jasa yang digunakan untuk
keperluan konsumsi. Namun dengan adanya peluang perolehan uang yang ilegal telah
menunjukkan tidak adanya perlindungan dari penguasa atas hak milik, pasar
menjadi tidak efisien yang ditunjukkan dengan meningkatnya biaya transaksi
pasar, adanya akses yang asimetris pada informasi pasar yang menyebabkan
transaksi bersifat zero sum game dalam arti bahwa keuntungan suatu pihak
dapat membawa kerugian bagi pihak lain.
b. transaksi
keuangan untuk melegalkan hasil perolehan uang yang illegal membawa dampak
penurunan produktifitas masyarakat.
Dampak
ekonomi makro :
a. tindak
pidana pencucian uang menghindarkan kewajiban pembayaran pajak yang berarti
mengurangi penerimaan Negara;
b. apabila transaksi keuangan yang
dilakukan adalah dengan membawa uang yang ilegal ke luar negeri maka akan
menambah defisit neraca pembayaran luar negeri, selain itu juga mengakibatkan
berkurangnya dana perbankan yang menyebabkan kesulitan bank melakukan ekspansi kredit;
c. Apabila
Negara memperoleh sejumlah uang ilegal dari luar negeri maka akan menambah
kegoncangan stabilitas ekonomi makro. Terlebih untuk Negara yang tidak memiliki
cukup banyak instrumen moneter sehingga tidak mampu mensterilisasi dampak
moneter pemasukan modal. Jika
bank
sentral membeli devisa yang masuk itu sebagai upaya untuk mempertahankan nilai
tukar luar negeri mata uang nasionalnya, jumlah uang beredar akan bertambah
dengan cepat dan tambahan jumlah uang beredar itu akan menyulut inflasi
sehingga menimbulkan gangguan pada keseimbangan internal perekonomian. Akan
tetapi jika bank sentral tidak membeli devisa yang masuk akan menguatkan nilai tukar
mata uang nasional yang menyebabkan berkurangnya insentif kegiatan ekspor.
Pengurangan ini akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri.
g. Pembuktian
Terbalik
UU Tindak Pidana Pencucian Uang
menyatakan bahwa Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan,
terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak
pidana (Pasal 35 UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 25 Tahun 2003).
Hal ini merupakan salah satu
kekhususan tindak pidana pencucian uang dibandingkan dengan pengaturan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dimana terdakwa tidak dibebani kewajiban
tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66), namun pembuktian terbalik untuk
tindak pidana pencucian uang hanya dapat dilakukan oleh terdakwa pada tingkat pengadilan
bukan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
h. Kesulitan Penerapan UU Tindak Pidana
Pencucian Uang
a. Fungsi PPATK hanya bersifat
administratif, yaitu untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi
informasi yang diperoleh PPATK (Pasal 26 huruf a) dan bilamana dari hasil
analisis ditemukan transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian
uang maka PPATK baru melaporkan kepada kepolisian dan kejaksaan (Pasal 26 huruf
g), atau paling lambat 3(tiga) hari kerja sejak ditemukan adanya petunjuk atas
dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan, PPATK wajib menyerahkan hasil
analisis kepada penyidik untuk ditindaklanjuti (Pasal 31). Selain itu PPATK
tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pemblokiran atas dana yang diduga
merupakan hasil tindak pidana.
b. Pihak kepolisian dan penuntut umum
memiliki kesulitan dalam membuktikan terjadinya tindak pidana pencucian uang
karena modusnya yang bervariasi dan biasanya tidak ditemukan adanya cukup alat
bukti.
i. Upaya Penanggulangan Money Laundry
Berikut
ini merupakan beberapa cara yang dilakukan dalam upaya menanggulangi kasus
money laundry baik yang terjadi di dalam negeri maupun internasional.
Upaya penanggulangan money laundry dalam negeri ( Domestik )
Upaya penanggulangan money laundry dalam negeri ( Domestik )
Indonesia
merupakan surga bagi pelaku pencucian uang ( money laundering ). Hal itu
disebabkan, antara lain, ketentuan deposito dari nasabah yang tidak boleh
diusut asal-usulnya, belum adanya UU pencucian uang dan kerahasiaan nasabah
yang begitu ketat. Pada tanggal 19 Desember 1988, Indonesia telah bergabung
dengan organisasi internasional yaitu United Nations Convention AgainstIllicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal
UN Drugs Convention dengan komitmen untuk memberantas kasus money laundry
internasional. Kemudian Indonesia mengambil langkah untuk pemberantasan kasus
money laundry di dalam negeri dengan menciptakan Undang-undang Nomor 7 tahun
1997. Indonesia juga menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak
pidana dan mengambil langkah-langkah dengan membuat peraturan-peraturan
tertentu agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan
membekukan/menyita dana yang tidak jelas asal usulnya.
Selain
itu, Bank Indonesia juga memberikan langkah konkret dengan menerbitkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Peraturan penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah itu didasarkan pada Basle Committee on Banking Regulation
dalam Core Principles for Effective Banking Supervision, dimana penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan
bank, maka bank perlu menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah secara lebih efektif.
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) tersebut juga
didasarkan sebagaimana yang dikemukakan FATF untuk pencucian uang, dimana
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) merupakan upaya untuk
mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran kejahatan,
baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku
kejahatan.
Upaya
pemerintah tidak hanya berhenti disitu saja. Pada tahun 2002, pemerintah
membuat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
(Money Laundering) (selanjutnya disebut “UUTPPU”) yang berlaku sejak diumumkan
pada tanggal 17 April 2002. Hal tersebut dilakukan untuk menanggapi keputusan
FATF tanggal 22 Juni 2001, yang memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara
diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries
and teritories) untuk memberantas aksi money laundring, sebagaimana terdapat
dalam daftar yang dirilis oleh Financial Actions Task Force on Money Laundring
(FATF) yang merupakan satgas dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). Dengan demikian, UUTPU ditujukan untuk mencegah dan
memberantas kejahatan dalam bentuk praktek pencucian uang di Indonesia. Tidak
ada dalam Pasal-Pasal UUTPU itu tidak membuat pengertian dari pencucian uang.
Namun, dalam Penjelasan UUTPU tersebut disebutkan, bahwa pencucian uang adalah
“upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana.” Sementara itu, dalam Black’ s Law Dictionary
disebutkan, bahwa pencucian uang disebutkan sebagai “Term used to describe
invesment or other transfer of money flowing from racketeering, drug
transactio, and other illegal sources into legitimate channels so that its original
source cannot be traced”.
Upaya Penanggulangan money laundry secara Internasional
Pada
tahun 2002, Menteri Kehakiman dan HAM pada saat itu, Yusril Ihza Mahendra,
menyatakan akan segera memberlakukan UU untuk memberantas kasus money laundry.
Diharapkan UU tersebut dapat memberantas pelaku money laundry di luar negeri,
terutama bagi mereka yang melakukannya di negara-negara yang belum melakukan
perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, seperti Singapura.
Selain
itu, Indonesia juga telah menjadi anggota United Nations Convention
AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang
lebih dikenal UN Drugs Convention yang lahir di Wina, Austria pada tanggal 19
Desember 1988 dan ditandatangani 106 negara. Dengan adanya organisasi tersebut,
diharapkan akan muncul upaya untuk melakukan pemberantasan kasus money laundry
di tingkat internasional yang disebut dengan “The International Anti-Money
Laundering Legal Regime”. Hal tersebut merupakan awal untuk pengawasan
internasional terhadap kasus money laundry. Selanjutnya, anggota dari
organisasi tersebut diwajibkan untuk menjadikan kasus money laundry sebagai
suatu kriminal dan kejahatan berat sehingga setiap anggota diharuskan mengambil
langkah untuk membuat Undang-undang dan peraturan untuk melaksanakan komitmen
tersebut.
KESIMPULAN
Pencucian
uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah. Money laundry merupakan salah satu contoh cara menhilangkan
jejak dana hasil kejahatan seperti korupsi, penggelapan pajak, dan sebagainya.
Modus dari money laundry juga sederhana, yaitu menyimpan atau melarikan dana
hasil kejahatan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri untuk digunakan demi
kepentingan pelaku.
Upaya
pencegahan dilakukan baik di tiap negara ( secara domestik ) maupun secara
internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan
internasional adalah sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun
keluar dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat
asal usul dana yang akan di simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya
United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan
dapat meningkatkan kerjasama antar negara dan meningkatkan komitmen untuk
memberantas money laundry.
PUSTAKA
www.google.com
Sumber
www.BI.go.id & www.ortax.org
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.